Menampilkan postingan yang diurutkan menurut relevansi untuk kueri Keluarga Yesus. Urutkan menurut tanggal Tampilkan semua postingan
Menampilkan postingan yang diurutkan menurut relevansi untuk kueri Keluarga Yesus. Urutkan menurut tanggal Tampilkan semua postingan

Selasa, 25 Oktober 2016

Hidayah mengenai Toleransi yang di dapet dari Kehidupan Umat Katolik di Flores

- 0 komentar

Saat aku masih kecil sering diceritakan oleh Ibuku tentang Indonesia yang beraneka ragam, baik bahasa, suku, agama dan warna kulit, oleh Ibuku sering disebut Bhinneka Tunggal Ika. 

Ibuku suka sekali bercerita, tentang sejarah, legenda dan tokoh-tokoh dunia, tapi yang paling aku sukai saat Ibu bercerita tentang agama. 

Bukan tentang surga atau neraka seperti yang sering disampaikan oleh guru agamaku di sekolah.

Tentang agama, Ibuku sering bercerita tentang kisah pengorbanan Yesus dan kelembutan hatinya, tentang dewa-dewa umat Hindu, kisah pencerahan sang Buddha, dan juga tentang akhlak nabi Muhammad yang sangat beliau kagumi. 


Kata Ibuku kala itu, semua agama mengajarkan kebaikan dan penuh kedamaian.

Saat aku duduk di kelas dua SD aku pernah bertanya kepada Ibu, “Bu, apakah orang Budha, Katolik, dan Hindu akan masuk surga?” Dijawab oleh Ibuku bahwa mereka semua juga akan masuk surga. 

Sayangnya jawaban seperti yang disampaikan oleh Ibuku tidak akan aku dapatkan lagi dalam ruang-ruang keluarga di Indonesia saat ini.

Saling curiga, sesat menyesatkan, mengkafirkan orang lain dan klaim agama yang paling benar lebih mendominasi kehidupan beragama kita hari ini. Andai Ibuku masih hidup tentu beliau akan bersedih.

Oh ya ada baiknya aku ceritakan terlebih dahulu latar belakang keluargaku. Ibuku dilahirkan dari keluarga dengan pemahaman agama yang sangat konservatif, keluarga Ibuku adalah pengikut organisasi keagamaan Lemkari atau yang saat ini dikenal dengan nama LDII (Lembaga Dakwah Islam Indonesia). Organisasi ini dianggap sesat oleh sebagian kalangan umat Islam di Indonesia.

Sedangkan Bapakku seorang abangan tulen, beliau tidak akrab dengan ritual keagamaan. Tempat tinggal kami, merupakan basis Islam yang kaya akan tradisi keagamaannya, ada dua pesantren NU di dekat rumah kami. Aku tumbuh dengan warna-warni perbedaan.

Walaupun dibesarkan dalam keluarga konservatif, soal agama Ibuku sangat moderat. Kata Ibuku, perbedaan bukan menjadi sebuah halangan, termasuk dalam keyakinan beragama. Soal perbedaan keyakinan ini Ibu pernah bercerita tentang salah satu adik perempuannya yang menikah dengan orang yang beragama Katolik. Perbedaan keyakinan yang menjadi pertentangan keluarga saat itu, kata Ibuku bisa didamaikan dengan dialog terus menerus.

Soal pandangan politik, antara Ibu dengan Bapak juga bagai minyak dengan air, tidak akan bersatu. Sebagai seorang PNS saat Orde Baru berkuasa, Ibuku adalah kader Golkar. Suka atau tidak suka seluruh keluarga juga diwajibkan memilih Golkar. Tapi itu tidak berlaku buat Bapakku, beliau tidak sudi memilih Golkar.

Selama Orde Baru, beliau memilih golput. Tentang beda pilihan politik ini, Ibuku juga tidak pernah mempermasalahkannya walaupun risikonya sangat besar saat itu.

Di kemudian hari baru aku mengerti kenapa Bapak tidak sudi memilih Golkar dan memilih golput, buku Di Bawah Asap Pabrik Gula yang ditulis Hiroyosi Kano dan Frans Husken yang diterbitkan oleh Universitas Gadja Mada, membukakan mataku akan sejarah kelam dari keluarga Bapak.

Buku yang membahas hasil penelitian tentang masyarakat pesisir Jawa sepanjang abad 20 ini, salah satu babnya membahas konflik politik setelah tragedi 65. Diceritakan dalam bab tersebut bagaimana keluarga Bapak dibantai oleh gerombolan tentara dengan tuduhan sebagai antek PKI.

Menghargai perbedaan memang tidak mudah, baik agama maupun pandangan politik. Perbedaan agama misalnya seringkali menjadi sumbu pertikaian yang setiap saat bisa terbakar. Pun demikian soal tragedi 65, rekonsiliasi belum menjadi pilihan terbaik untuk mengakhiri konflik yang melelahkan anak bangsa ini. Untuk kedua masalah tersebut kedua orang tuaku lebih memilih jalan dialog untuk merangkul perbedaan.

Apakah dengan latar belakang keluargaku yang penuh perbedaan sudah cukup untuk mengenalkan aku tentang toleransi? Tentu saja tidak cukup. Pengalaman tinggal di Maumere Flores selama hampir lima tahun yang kemudian ‘mengkhatamkan’ aku tentang toleransi, ini pengalaman paling pribadi dan akan aku ceritakan dalam tulisan ini.

Tahun 2010 aku mendapatkan tugas untuk bekerja di Pulau Flores, tepatnya di Kabupaten Sikka. Aku tinggal di sebuah desa di pesisir utara 30 kilometer dari kota Maumere, Desa Reroroja namanya. Di Desa ini mayoritas penduduknya beragama Katolik, hanya sedikit saja yang muslim, biasanya pendatang dan orang dari suku Bajo.

Di desa ini orang Katolik dan Muslim hidup damai dalam perbedaan, tidak ada sejarah konflik antara keduanya. Dari tempat inilah aku mulai belajar tentang toleransi yang sesungguhnya.

Awalnya kekhawatiran tidak bisa diterima karena aku seorang muslim sempat terlintas dalam pikiranku, tapi semuanya sirna saat aku bertemu dengan mereka, keramahan dan kehangatan mereka begitu tulus menyambutku. Begitu pun ketika mereka tahu kalau aku seorang muslim mereka sangat menghormatiku. Misalnya saat aku berkunjung ke rumah-rumah mereka, tanpa diminta mereka selalu menyediakan tempat untuk salat.

Untuk tempat salat ini kadang aku sampai tidak enak sendiri, mereka memberikan alas kain tenun terbaik mereka untuk dijadikan sajadah padahal lantai rumahnya masih tanah.

Untuk makan pun mereka sangat hati-hati, mereka tahu kalau seorang muslim tidak makan daging babi dan anjing. Saat aku diundang ke acara pesta nikah atau acara sambut baru, menu khusus telah mereka siapkan berupa ayam dan ikan.

Biasanya sebelum ayam dimasak mereka mengundangku terlebih dahulu untuk menyembelih sendiri ayamnya. Tidak hanya dalam pesta, di hari-hari biasa pun saat mereka mengundangku makan bersama, mereka tidak akan menyediakan makanan yang dilarang oleh agamaku.

Saat acara makan bersama, yang paling aku sukai adalah saat mereka membaca doa, doanya, “Tuhan yang maha baik, terima kasih atas makanan yang telah Engkau sediakan ini, berkatilah makanan ini supaya menjadi sumber kesehatan bagi kami, berkatilah mereka yang telah menyiapkan makanan ini untuk kami, dan berkatilah pula orang-orang di luar sana yang masih kelaparan atau yang belum dapat menikmati makanan seperti ini, Terima kasih Tuhan, amin.

Jujur ketika pertama kali mendengar doa tersebut aku sampai menitikkan air mata, bukan karena kehangatan mereka dalam menjamuku, tapi karena ditengah kemiskinan yang mereka alami mereka masih mendoakan orang-orang yang kelaparan, yang belum bisa menikmati makanan seperti yang kami makan saat itu.

Acara makan bersama menjadi tempat kami untuk saling berbagi, tidak hanya makanan dan kebahagiaan tetapi juga berbagi doa, tanpa ragu mereka mempersilahkan aku untuk memimpin doa secara bergantian, tentu saja doa sesuai dengan keyakinanku.

Satu lagi peristiwa yang membuat aku menyakini bahwa toleransi tidak mengenal sekat-sekat keyakinan, saat salah satu tetanggaku meninggal dunia, namanya Mama Tini. Beliau seorang muslim yang dihormati di kalangan orang Bajo. Saat penguburan dilakukan beliau didoakan dalam doa dua agama, Islam dan Katolik. Tidak ada penolakan dari keluarga saat perwakilan tokoh agama Katolik memimpin doa dan memberikan khotbah penutup kepada almarhum.

Pengalaman tentang toleransi kemudian banyak aku dapatkan tidak hanya di Maumere, tetapi juga di daerah-daerah lain di Pulau Flores. Di Larantuka aku banyak belajar pada acara perayaan Semana Santa, di mana orang muslim membaur dengan orang Katolik untuk merayakan bersama pekan suci menyambut Paskah. Di Lembata, temanku yang Katolik rela bangun tengah malam hanya untuk menyiapkan makan sahur saat di bulan puasa.

Di Ende banyak aku temui dalam satu keluarga ada yang beragama Islam dan Katholik. Mereka begitu tulus menghormati perbedaan dan melakukannya dengan penuh kegembiraan. Bagiku Pulau Flores adalah kamus toleransi terlengkap yang ada di Indonesia bahkan di dunia.

Penghormatan umat Katolik di Pulau Flores terhadap perbedaan, mengingatkan aku pada cendekiawan Muhammad Abduh yang pernah mengatakan, “Ra’aitu al Islama duna al muslimin, wa ra’aitu al muslimin duna al-islam,” ya nilai-nilai Islami terlihat di tengah masyarakat nonmuslim, sementara umat Islam hidup tanpa nilai-nilai Islam.

Kondisi ini sangat relevan dengan apa yang terjadi saat ini, di mana daerah-daerah mayoritas muslim tidak ramah lagi dengan perbedaan, gerombolan intoleran tumbuh subur dan penguasa daerah berlomba-lomba menerbitkan peraturan untuk membungkam toleransi.

Toleransi tidak lahir dari khotbah di mimbar-mimbar tempat ibadah, forum diskusi, dan kebijakan penguasa, ia lahir dari sebuah tindakan, dan tindakan membutuhkan sebuah kejujuran. Umat Katolik di Flores telah membuktikan bahwa toleransi adalah sebuah tindakan bukan lagi perdebatan, apalagi hanya sekedar slogan semata.

Aku berharap di usia yang ke 71 tahun ini, Indonesia benar-benar merdeka. Tidak ada lagi penganut Syiah di Sampang menjadi pengungsi, tidak ada lagi perusakan Masjid Ahmadiyah, tidak ada lagi teror bagi penghayat kepercayaan, kemudahan mendirikan tempat ibadah apapun agamanya, dan juga tidak ada lagi pembubaran forum-forum diskusi.

Sebagai orang tua saat ini, tentu saja aku ingin mewariskan cerita dari Ibuku kepada anak-anakku bahwa semua agama mengajarkan kebaikan dan kedamaian.


sumber: disini
[Continue reading...]

Rabu, 17 Agustus 2016

Perusak Patung Yesus dan pembuang Patung Maria ke Kali, di Paroki Gereja St Yusuf Pekerja Gondang Klaten Terungkap

- 0 komentar


Kepolisian Resort (Polres) Klaten mengungkap pelaku perusakan patung Yesus dan Bunda Maria di Gereja Santo Yusup Pekerja Gondang Winangun. 

Pelaku perusakan adalah putra salah satu pegawai rumah tangga gereja yang saat itu sedang kesal dan marah dengan ibunya.

"Untuk mengungkap pelaku perusakan patung di gereja tersebut, kami telah memanggil sebanyak 20 orang lebih menjadi saksi untuk dimintai keterangan," kata Kapolres Klaten, AKBP Faizal, pada Selasa malam, 16 Agustus 2016.

baca juga : Romo Namanya Dicatut di Kabar Bohong di Jalur WA, dalam kasus Paroki Gondang Klaten

Selain memanggil puluhan saksi, polisi juga mengolah tempat kejadian perkara (TKP) di dua tempat, yakni di sungai sebagai tempat pembuangan patung Bunda Maria serta di dalam gereja tempat patung Yesus dirobohkan. 

"Berdasarkan pemeriksaan saksi dan hasil olah TKP, selanjunya tadi malam Kepolisian telah berhasil mengungkap bahwa pelaku perusakan berinisial R, yang merupakan putra koster Gereja. 

Pelaku berarti keluarga besar gereja, artinya orang dalam yang melakukan perusakan," katanya.

Berdasarkan pengakuan pelaku, perusakan patung Yesus dan Bunda Maria dilandasi rasa kesal dan marah kepada ibunya. Saat itu sang ibu meminta untuk membantu menyelesaikan pekerjaannya.

"Nah, pada saat itu si R itu juga sedang sakit dan habis pulang berobat di Telgalyoso. 

Jadi merasa kesal dengan ibunya yang meminta untuk membantu merampungkan pekerjaan sekolah ibunya yang berprofesi sebagai guru," ujarnya.

Setelah muncul rasa kesal, R pun keluar rumah menuju gereja untuk merobohkan patung Yesus serta membawa patung Bunda Maria keluar. 

Rumah orang tua R ada di belakang bangunan gereja. "Saat kejadian itu, bapaknya R sedang tidur, terus ibunya sedang mengerjakan tugas sekolah. Sedangkan keponakannya sedang asyik bermain Playstation," katanya.

Perusakan patung gereja itu diperkuat lagi dua saksi yang merupakan temen R. Saat itu, R sempat bercerita kepada temannya bahwa habis mengobrak-abrik gereja. 

"Keterangan dari teman R pada hari Kamis lalu si teman bertanya kepada R tentang gereja, si R menjawab jika gereja dia yang merusaknya. Keterangan itu dibenarkan juga teman saksi lainnya," ujarnya.

Menurut Kapolres, berdasarkan hasil pendalaman keterangan saksi selanjutnya dilakukan rekonstruksi terhadap saksi dan juga melibatkan R. 

Dari hasil rekonstruksi tersebut dapat diketahui kondisi R secara visual menunjukkan gerakan-gerakan yang mencurigakan dan takut.

"Dari hasil pemeriksaan, tim merasa yakin dengan keterlibatan R sehingga dilakukan penggeledahan kaus yang dipakai R saat kejadian. 

Penggeledahan berhasil menemukan kaus seperti yang dipakai saat hari kejadian. Ini berdasarkan keterangan saksi orang yang mancing di sungai," katanya.

baca juga : Romo Namanya Dicatut di Kabar Bohong di Jalur WA, dalam kasus Paroki Gondang Klaten

Pelaku diancam pasal 406 KUHP tentang perusakan dengan ancaman hukuman 2 tahun 8 bulan penjara. Namun di dalam pasal 21 KUHP diatur bahwa ancaman di bawah 5 tahun tidak dilakukan penahanan. 

"Untuk itu, R mulai besok diperintahkan untuk wajib lapor setiap hari. Selain itu juga untuk dilakukan pemeriksaan lagi apakah ada motif lain dalam perusakan patung itu," ujarnya.

sumber : disini
[Continue reading...]

Kamis, 21 April 2016

Di Gereja Kristus Yesus (GKY) Pluit ; Ahok Menuai Cintanya

- 0 komentar
 JAKARTA, Mantan bupati Belitung Timur, Basuki Tjahaja Purnama mengaku bertemu dan jatuh cinta kepada istrinya, Veronica Tan di Gereja Kristus Yesus (GKY) Pluit, Jakarta Utara. Ia jatuh cinta dan menjalin kasih setelah pertemuan ketika melakukan kebaktian di gereja.

"Saya ketemu istri juga di sini. Dapetnya di sini. Ngejarnya juga di sini. Hahaha," kata Basuki di Gereja Kristus Yesus setelah melakukan kebaktian Natal pada Senin (24/12/2012).

Veronica Basuki saat ditemui usai mengiringi lagu Natal mengatakan, dirinya memang bertemu dengan Basuki saat pelayanan gereja. Tetapi ia tidak mengetahui secara pasti apakah Basuki jatuh cinta setelah melihat kemahirannya bermain piano.

Veronica mengungkapkan, ia bertemu dengan Basuki pada tahun 1994. Saat itu ia tidak sempat pacaran lama karena segera dinikahi oleh wakil gubernur DKI Jakarta tersebut.

Malam ini Basuki yang lebih akrab disapa Ahok mengikuti ibadah Natal di Gereja Kristus Yesus Pluit. Ia duduk bersama jemaat lainnya untuk mendengarkan khutbah dari pendeta Davit Jioe.

Selain itu, anak tertua Basuki juga turut menyanyikan lagu rohani Natal bersama choir gereja. Didampingi iringan piano ibunya, keluarga tersebut tampak sakral menjalani pelayanan dan doa Natal.

sumber : disini
[Continue reading...]

Minggu, 29 Mei 2016

Kelompok Intoleran di India, Bakar Rumah Warga Kristen

- 0 komentar

https://imgtaxi.com/img-574ced5dcaf04.html

 Keluarga Kristen yang diusir dari desa Katholi, di negara bagian Chhattisgarh, India. 
                                          (Foto: Morning Star News)

NEW DELHI, – Karena merasa para dewa marah karena punya tetangga menjadi Kristen, penduduk desa di negara bagian Chhattisgarh bulan lalu menyerang 28 orang Kristen, mengusir mereka keluar dari rumah mereka dan membakar rumah yang ditinggalkan.

Warga Kristen di desa Katholi, Distrik Kanker yang dipukuli dan dua kali diusir dari rumah mereka oleh ekstremis kembali ke desa mereka pada Selasa (3/5) setelah polisi mencatat kasusnya. Polisi dijanjikan bahwa 12 penyerang dan kelompok garis keras sepakat untuk tidak menyerang lagi. Orang-orang Kristen telah melarikan diri dari desa mereka pada akhir April lalu ketika kelompok radikal membakar rumah mereka setelah memukuli mereka di muka umum.

“Untuk waktu yang lama, warga desa telah memendam kebencian terhadap orang-orang Kristen dan akhirnya memanggil mereka untuk sebuah pertemuan publik. Kelompok radikal memaksa mereka untuk meninggalkan Kristus, memukuli mereka dengan parah dan membakar rumah-rumah mereka,” kata pastor Mampu Varghese kepada Morning Star News.

Sebelum serangan itu, para penyerang bertemu dan memutuskan bahwa semua orang Kristen daerah harus “kembali ke agama asal mereka” karena para dewa mereka marah atas desa itu punya tetangga pengikut Kristus.

“Para ekstremis mulai melakukan segala macam ritual di desa dan mengancam untuk menyakiti orang-orang Kristen karena mereka menuduh mereka sebagai alasan untuk dewa-dewa mereka menjadi diam dan tidak menanggapi mereka. Dan, mereka menekan Kristen untuk meninggalkan iman baru mereka,” sumber lain yang tidak disebut namanya mengatakan kepada Morning Star News.

Saat mereka menolak untuk menyangkali Yesus, umat radikal menyeret mereka ke pertemuan publik pada sekitar pukul 09.00 pada Jumat (25/4). Sekali lagi, warga desa menuntut mereka meninggalkan Kristus.
“Para ekstremis mulai memukuli orang-orang Kristen ketika mereka menolak untuk meninggalkan Yesus, mengarak mereka kembali ke rumah mereka. Mereka terus memukuli warga Kristen itu, membakari rumah-rumah mereka dan mengancam akan membunuh mereka juga,” kata sumber itu.

Memar dan bengkak, empat keluarga Kristen melarikan diri dari desa. Enam orang mengalami luka berat, termasuk Manganu Ram 65 tahun, yang telinganya terluka parah. Tidak ada anak-anak yang diserang dan orang-orang Kristen yang terluka menerima perawatan medis di sebuah pusat perawatan kesehatan di Bhanupratappur, sekitar 40 kilometer dari Katholi, kata sumber itu.

Warga Kristen Katholi itu berlindung di rumah-rumah orang Kristen di Kaviti.

Keesokan harinya orang-orang Kristen melaporkan kasus itu pada polisi dan kembali ke desa mereka. Namun, mereka disambut wajah marah dan pelecehan verbal.

“Saat orang Kristen tiba di desa, beberapa orang mulai melecehkan mereka secara verbal. Dan, kemudian di sekitar pukul 09.00 para ekstremis berkumpul mengelilingi rumah-rumah mereka, menyeret mereka ke luar, memukuli mereka dan mengatakan kepada mereka untuk menarik laporan mereka dari kepolisian,” kata sumber itu .

Itu membuat 28 orang Kristen, termasuk delapan anak-anak, sekali lagi melarikan diri, mencapai Bhanupratappur di tengah malam. Selama lima hari beberapa menginap di sebuah gereja kecil dan rumah orang Kristen di desa itu.

Dengan bantuan dari para pemimpin Kristen di distrik itu, polisi Korar mendaftarkan kasus terhadap 12 penyerang itu.

“Polisi membuat kompromi antara dua pihak, dengan para ekstremis setuju bahwa mereka tidak akan mengulangi segala jenis serangan atau diskriminasi terhadap orang-orang Kristen. Dan, orang-orang Kristen juga sepakat untuk kembali ke desa mereka,” kata Pastor Varghese, menambahkan bahwa mereka kembali dalam ketakutan.

Lidah Terbakar
Peristiwa serupa terjadi di 82 kilometer dari Kanker di Sukma, Distrik Dantewada. Para ekstremis agama pada pertengahan April menghentikan dua orang Kristen dalam perjalanan mereka ke pasar dan secara paksa “memurnikan” mereka dengan ritual , kata seorang pengacara. Mereka kemudian menyelomoti salah satu orang Kristen dengan koin panas pada beberapa bagian tubuhnya.

Seorang Kristen berusia 55 tahun, Jai Singh dan menantunya sedang dalam perjalanan ke pasar untuk membeli sayuran ketika lima ekstremis yang dipimpin oleh kepala desa, Praveshi Nath, menghentikan mereka dan menuduh mereka mencemarkan dewa-dewa mereka, pengacara Sonsingh Jhali, koordinator Lembaga Bantuan Hukum Aliansi Membela Kebebasan India mengatakan kepada Morning Star News.
Kelompok garis keras mengatakan kepada mereka bahwa setiap orang yang percaya kepada Yesus Kristus tidak diizinkan untuk tinggal di desa.

“Mereka mengelilingi mereka dan mengatakan bahwa orang-orang Kristen harus dimurnikan, dan mereka memaksa mengoleskan minyak dan bubuk kunyit ke seluruh tubuh dua orang Kristen itu sebagai bentuk pembersihan ritual,” kata Jhali.

Sekitar 35 warga desa menonton saat dua orang Kristen disuruh menyangkal Kristus. Ketika mereka menolak, para ekstremis mengambil lima koin, menahan mereka dan menghujani tubuh Jai Singh dengan koin-koin membara itu.

“Mereka menempatkan koin di tulang punggung, kaki, tangan, dan lidah Jai Singh,” kata Jhali. “Pelecehan berlangsung selama sekitar dua jam, dan setelah itu mereka dikenakan denda 5.051 rupee (sekitar sejuta rupiah) karena menjadi seorang Kristen.”

Setelah itu, beberapa orang Kristen tiba di tempat itu menyelamatkan dua orang Kristen itu dan bergegas membawa Jai Singh ke rumah sakit.

Warga Kristen mengadukan ke polisi lima penyerang itu: Praveshi Nath, Rama Nath, dan tiga orang lainnya yang diidentifikasi dengan nama Pandru, Sonu, dan Shitu. Namun, polisi mencatat kasus itu hanya dengan nama tersangka Rama Nath dan orang lain, yang diidentifikasi dengan nama Aiyata, yang namanya tidak muncul dalam pengaduan.

“Kami sangat kecewa dengan berkas perkara ini,” kata Jhali. “Kami bertemu kepala polisi daerah dan kami menuntut agar lima penyerang yang namanya jelas disebutkan dalam keluhan ditangkap.” 

sumber : disini
[Continue reading...]

Kamis, 29 September 2016

Kesaksian Basuki Tjahaha Purnama (Ahok)

- 0 komentar
Saya lahir di Gantung, desa Laskar Pelangi, di Belitung Timur, di dalam keluarga yang belum percaya kepada Tuhan. 

Beruntung sekali sejak kecil selalu dibawa ke Sekolah Minggu oleh kakek saya. Meskipun demikian, karena orang tua saya bukan seorang Kristen, ketika beranjak dewasa saya jarang ke gereja.


baca juga : Sebuah Quotes dahsyat dari Ahok: Kita harus biasakan yang benar, bukan membenarkan yang biasa

Saya melanjutkan SMA di Jakarta dan di sana mulai kembali ke gereja karena sekolah itu merupakan sebuah sekolah Kristen. 

Saat saya sudah menginjak pendidikan di Perguruan Tinggi, Mama yang sangat saya kasihi terserang penyakit gondok yang mengharuskan dioperasi. 

Saat itu saya walaupun sudah mulai pergi ke gereja, tapi masih suka bolos juga. Saya kemudian mengajak Mama ke gereja untuk didoakan, dan mujizat terjadi. 

Mama disembuhkan oleh-Nya! Itu merupakan titik balik kerohanian saya. 

Tidak lama kemudian Mama kembali ke Belitung, adapun saya yang sendiri di Jakarta mulai sering ke gereja mencari kebenaran akan Firman Tuhan.


baca juga : Patut jadi Panutan, Ahok: Saya Mempermalukan Gereja Kristen kalau Korupsi!

Suatu hari, saat kami sedang sharing di gereja pada malam Minggu, saya mendengar Firman Tuhan dari seorang penginjil yang sangat luar biasa. 


Ia mengatakan bahwa Yesus itu kalau bukan Tuhan pasti merupakan orang gila. 

Mana ada orang yang mau menjalankan sesuatu yang sudah jelas tidak mengenakan bagi dia? Yesus telah membaca nubuatan para nabi yang mengatakan bahwa Ia akan menjadi Raja, tetapi Raja yang mati di antara para penjahat untuk menyelamatkan umat manusia, tetapi Ia masih mau menjalankannya! 

Itu terdengar seperti suatu hal yang biasa-biasa saja, tetapi bagi saya merupakan sebuah jawaban untuk alasan saya mempercayai Tuhan. 

Saya selalu berdoa “Tuhan, saya ingin mempercayai Tuhan, tapi saya ingin sebuah alasan yang masuk akal, cuma sekedar rasa doang saya tidak mau,” dan Tuhan telah memberikan 

PENCERAHAN kepada saya pada hari itu. Sejak itu saya semakin sering membaca Firman Tuhan dan saya mengalami Tuhan.


baca juga : Di Gereja Kristus Yesus (GKY) Pluit ; Ahok Menuai Cintanya

Setelah saya menamatkan pendidikan dan mendapat gelar Sarjana Teknik Geologi pada tahun 1989, saya pulang kampung dan menetap di Belitung. 


Saat itu Papa sedang sakit dan saya harus mengelola perusahaannya. Saya takut perusahaan Papa bangkrut, dan saya berdoa kepada Tuhan. 

Firman Tuhan yang pernah saya baca yang dulunya tidak saya mengerti, tiba-tiba menjadi rhema yang menguatkan dan mencerahkan, sehingga saya merasakan sebuah keintiman dengan Tuhan. 

Sejak itu saya kerajingan membaca Firman Tuhan. Seiring dengan itu, ada satu kerinduan di hati saya untuk menolong orang-orang yang kurang beruntung.


baca juga : Gara-Gara Kaki Terinjak di Gereja, Jadi Awal Mula Kisah Cinta Ahok Dan Veronica

Papa saat masih belum percaya Tuhan pernah mengatakan, “Kita enggak mampu bantu orang miskin yang begitu banyak. 

Kalau satu milyar kita bagikan kepada orang akhirnya akan habis juga.” Setelah sering membaca Firman Tuhan, saya mulai mengerti bahwa charity berbeda dengan justice. 

Charity itu seperti orang Samaria yang baik hati, ia menolong orang yang dianiaya. 

Sedangkan justice, kita menjamin orang di sepanjang jalan dari Yerusalem ke Yerikho tidak ada lagi yang dirampok dan dianiaya. Hal ini yang memicu saya untuk memasuki dunia politik.

baca juga : Prinsip-prinsip Ahok dalam Berpolitik dan Memimpin.


Pada awalnya saya juga merasa takut dan ragu-ragu mengingat saya seorang keturunan yang biasanya hanya berdagang. 


Tetapi setelah saya terus bergumul dengan Firman Tuhan, hampir semua Firman Tuhan yang saya baca menjadi rhema tentang justice. 

Termasuk di Yesaya 42 yang mengatakan Mesias membawa keadilan, yang dinyatakan di dalam sila kelima dalam Pancasila. Saya menyadari bahwa panggilan saya adalah justice. 

Berikutnya Tuhan bertanya, “Siapa yang mau Ku-utus?” Saya menjawab, “Tuhan, utuslah aku”.
Di dalam segala kekuatiran dan ketakutan, saya menemukan jawaban Tuhan di Yesaya 41. 


Di situ jelas sekali dibagi menjadi 4 perikop. Di perikop yang pertama, untuk ayat 1-7, disana dikatakan Tuhan membangkitkan seorang pembebas. 

Di dalam Alkitab berbahasa Inggris yang saya baca (The Daily Bible – Harvest House Publishers), ayat 1-4 mengatakan God’s providential control, jadi ini semua berada di dalam kuasa pengaturan Tuhan, bukan lagi manusia. 

Pada ayat 5-10 dikatakan Israel specially chosen, artinya Israel telah dipilih Tuhan secara khusus.

Jadi bukan saya yang memilih, tetapi Tuhan yang telah memilih saya. 


Pada ayat 11-16 dikatakan nothing to fear, saya yang saat itu merasa takut dan gentar begitu dikuatkan dengan ayat ini. 

Pada ayat 17-20 dikatakan needs to be provided, segala kebutuhan kita akan disediakan oleh-Nya. 

Perikop yang seringkali hanya dibaca sambil lalu saja, bisa menjadi rhema yang menguatkan untuk saya. Sungguh Tuhan kita luar biasa.


baca juga : Ahok ke Jemaat Gereja: Doakan Kami Bisa Mewujudkan Keadilan Sosial


Di dalam berpolitik, yang paling sulit itu adalah kita berpolitik bukan dengan merusak rakyat, tetapi dengan mengajar mereka.


Maka saya tidak pernah membawa makanan, membawa beras atau uang kepada rakyat. 

Tetapi saya selalu mengajarkan kepada rakyat untuk memilih pemimpin: yang pertama, bersih yang bisa membuktikan hartanya dari mana. 

Yang kedua, yang berani membuktikan secara transparan semua anggaran yang dia kelola. 

Dan yang ketiga, ia harus profesional, berarti menjadi pelayan masyarakat yang bisa dihubungi oleh masyarakat dan mau mendengar aspirasi masyarakat. 

Saya selalu memberi nomor telepon saya kepada masyarakat, bahkan saat saya menjabat sebagai bupati di Belitung. 

Pernah satu hari sampai ada seribu orang lebih yang menghubungi saya, dan saya menjawab semua pertanyaan mereka satu per satu secara pribadi. 

Tentu saja ada staf yang membantu saya mengetik dan menjawabnya, tetapi semua jawaban langsung berasal dari saya.

Pada saat saya mencalonkan diri menjadi Bupati di Belitung juga tidak mudah. Karena saya merupakan orang Tionghoa pertama yang mencalonkan diri di sana. 


Dan saya tidak sedikit menerima ancaman, hinaan bahkan cacian, persis dengan cerita yang ada pada Nehemia 4, saat Nehemia akan membangun tembok di atas puing-puing di tembok Yerusalem.

Hari ini saya ingin melayani Tuhan dengan membangun di Indonesia, supaya 4 pilar yang ada, yaitu Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika bukan hanya wacana saja bagi Proklamator bangsa Indonesia, tetapi benar-benar menjadi pondasi untuk membangun rumah Indonesia untuk semua suku, agama dan ras. 


Hari ini banyak orang terjebak melihat realita dan tidak berani membangun. Hari ini saya sudah berhasil membangun itu di Bangka Belitung. 

Tetapi apa yang telah saya lakukan hanya dalam lingkup yang relatif kecil. Kalau Tuhan mengijinkan, saya ingin melakukannya di dalam skala yang lebih besar.

Saya berharap, suatu hari orang memilih Presiden atau Gubernur tidak lagi berdasarkan warna kulit, tetapi memilih berdasarkan karakter yang telah teruji benar-benar bersih, transparan, dan profesional. 


Itulah Indonesia yang telah dicita-citakan oleh Proklamator kita, yang diperjuangkan dengan pengorbanan darah dan nyawa. Tuhan memberkati Indonesia dan Tuhan memberkati Rakyat Indonesia.

sumber : disini
[Continue reading...]

Minggu, 05 Juni 2016

Jatuh Dari Lantai 2, Bocah Ini Diselamatkan Tuhan Yesus?

- 0 komentar

Philadelphia - Seorang ibu di Amerika Serikat percaya campur tangan Tuhan telah menyelamatkan nyawa anaknya yang jatuh dari lantai dua rumahnya. Cerita itu berawal saat Dionna Praylow hendak memandikan anaknya di rumahnya, di Dickinson, Philadelphia, Amerika Serikat, Rabu waktu setempat, 28 Oktober 2015.

Dia meninggalkan anaknya di kamar mandi untuk mengambil handuk. Ketika kembali, dia sudah tidak mendapati Reginald, anaknya, di tempat terakhir saat ditinggalkannya. Saat itu, Praylow berlari panik ke bawah. Sampai di pintu, anak tiga tahunnya itu berjalan pincang masuk ke rumah.

Reginald ketika itu dalam keadaan telanjang sambil menangis, tapi tanpa cedera selain memar di lengannya. Ketika Praylow mencari tahu tempat anaknya terjatuh, ia mengaku kaget lantaran didapatinya Reginald mendarat di foto bergambar lukisan Yesus "The Last Supper" milik neneknya.

Penyidik Polisi Special Unit Korban Philadelphia mengatakan tampaknya anak itu berdiri saat berada di kamar mandi dan bersandar di jendela sebelum terjatuh keluar jendela ke halaman belakang. "Anak itu jatuh ke sebuah foto berbingkai," kata polisi seperti dilansir NBC News, Jumat, 30 Oktober 2015.

Petugas medis kemudian membawa anak itu ke Rumah Sakit Anak Philadelphia dan ditangani oleh dokter, yang tak lama setelahnya kemudian mengizinkan dia dan ibunya pulang ke rumah. "Dia bertindak normal, berlarian, tanpa merasa sakit," kata Praylow.

Hingga kini, keluarga tersebut tidak tahu alasan mengapa foto tersebut bisa berada di luar rumah. Praylow kemduian mengatakan dia telah memindahkan foto suci tersebut ke ruang keluarga pascainsiden mengerikan itu.


sumber: disini
[Continue reading...]

Jumat, 10 Juni 2016

Mengaku Nabi dari Africa, mencoba jalan diatas Air gagal, dimakan buaya deh.

- 0 komentar

Kejadian ini berlangsung pada Kamis sore. Referensi Matius 14: 22-33, Mahlangu mengatakan bahwa ia menerima wahyu yang mengatakan kepadanya bahwa dengan iman yang cukup ia bisa mencapai apa yang Tuhan mampu.

Sayangnya dengan langkah kedua ke dalam air Mahlangu menemukan dirinya benar-benar tenggelam. Ia tidak pernah kembali Ada yang mengatakan ia terganggu oleh dering telepon di pengunjung yg hadir. Saat ia menoleh untuk melihat siapa yang membawa telepon ke baptisan, ia kehilangan dia fokus dan mulai tenggelam.

Nabi telah melakukan banyak mujizat lain sebelum; seperti mengubah kacang menjadi selai kacang, dan membuat limun dari lemon.

Tapi kali ini, kuasanya tidak bekerja untuknya. Banyak pengikutnya yang masih shock dan beberapa orang mengatakan ia akan hidup kembali. Sebuah anggota keluarga membantah rumor yang menyatakan bahwa tubuh nabi akan dilelang.

Dia menyatakan bahwa mereka tidak mungkin mengubur terlalu cepat, hanya dalam kasus ia membangkitkan kembali, karena misinya di bumi tidak lengkap. 



baca juga : Untuk membuktikan Kuasa Tuhan, Pendeta ini menaruh speakar diatas tubuh seorang jemaat perempuan malah berakibat Kematian

Berjalan di atas air tidak mudah / tidak sembarangan. Tidak terlalu banyak orang bisa melakukannya. Kita semua tahu bahwa Yesus-lah, yang paling sempurna, dalam hal ini.

Para medis tiba di tempat kejadian dua jam kemudian untuk mencoba menyelamatkan apa yang tersisa dari nabi, dan itu sudah terlambat sebagai buaya sudah robek dia dan pakaiannya terpisah, hanya menyisakan topi lutut, siku, tulang rusuk, dan tengkorak. Ini bukan insiden pertama di Afrika.

Di kebun binatang Ibadon di Nigeria selatan-barat, seorang Nabi yang lain mem-proklamirkan diri meng-klaim mampu melakukan apa yang dilakukan oleh Nabi Daniel dari Alkitab dengan berjalan di gua yang penuh oleh singa.

Meskipun ia diperingatkan berkali-kali oleh penjaga kebun binatang, menurut NG Koran, Nabi ini menganggap mereka sebagai tidak lebih dari musuh kemajuan.

Nabi, dengan kerumunan orang yang menonton, mengenakan jubah merah panjang dan terus masuk ke kandang penuh singa. Dalam hitungan detik dari membuka pintu, singa merobek Nabi dari daging ke tulang.

Haruskah harus diberi label peringatan, "DON'T TRY THIS AT HOME".


sumber : disini
[Continue reading...]
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
 
Copyright © . TAKUdaGEMA - Tak Kulihat dari Gereja Mana - Posts · Comments
Theme Template by BTDesigner · Powered by Blogger